Senin, 06 Februari 2012

Waktu yang teramat pendek.

Hidup di dunia ini sangatlah singkat dan akan merugilah bagi orang-orang yang lalai karena tidak memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya. Seperti dicantumkan dalam Al-Qur'an;
"Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya (lamanya) adalah seribu tahun menurut perhitunganmu."
{QS. As-Sajdah:5}

sebagaimana ayat diatas menggambarkan bahwa 1 hari di akhirat = 1000 tahun di dunia. Kita ambil saja asumsi bahwa seandainya umur kita sama dengan umur Nabi Muhammad saw., yaitu 63 tahun, maka umur kita hanyalah 63 : 1000 hari akhirat = 1.5 jam di akhirat. MasyaAllah!, betapa pendeknya umur kita ini.


Perjalanan hidup kita, jika bisa dianalogikan layaknya sebuah sinetron yang berdurasi 1-2 jam saja, sangat singkat bukan? Jika dibandingkan dengan waktu yang sebenarnya kita miliki 24 jam sehari. Sama halnya pula kita saat ini, hidup di dunia di mana kita hanyalah sebagai aktor yang memerankan perannya masing-masing dan ALLAH-lah sebagai sutradaranya yang menentukan panjang pendeknya peran kita. Nah, sekarang tinggal kembali kepada diri kita masing-masing, apakah kita mau berusaha untuk mendapatkan peran utama atau tidak?. Yaitu peran sebagai manusia di muka bumi yang selalu beribadah dengan ikhlas dan berjuang menegakkan kalimat Laa Ilaaha Illallah.

Dalam perjalanan hidup menggapai ridha ALLAH SWT. tentu saja tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Karena selain manusia sesungguhnya telah diberikan sifat-sifat fitrah dari ALLAH SWT., tetapi manusia juga selalu diliputi oleh hawa nafsu. Dan disitulah setan berperan mempengaruhi diri kita yang mana bila kita tidak dapat mengontrolnya, dapat menjerumuskan kita ke jurang penuh dosa.
Kemudian, jika dicermati ternyata tantangan yang ada bukan itu saja, lingkungan pergaulan pun akan dapat mempengaruhi. Dan bila kita tidak mampu menyaring dan membentengi diri dari hal-hal yang negatif, pada akhirnya juga akan menyeret kita kepada perkara yang dimurkai ALLAH. Kita sesungguhnya memiliki kebebasan untuk memilih reaksi terhadap segala sesuatu yang terjadi atas diri kita. Kitalah penanggungjawab utama atas sikap kita, bukan lingkungan kita. 

Lingkungan bisa berubah-ubah dalam hitungan detik tanpa bisa diduga, namun prinsip adalah tetap, prinsip tidak berubah. Disanalah akan terletak rasa aman yang hakiki. Rasa aman tercipta dari dalam, bukan dari luar. Prinsip yang benar bukanlah sekedar sikap 'proaktif' yang selama ini dikenal di barat, yaitu melihat dan merespon dengan cara yang berbeda tanpa prinsip dasar yang jelas. Prinsip dasar adalah suatu kesadaran fitrah, berpegang kepada pencipta yang abadi. Prinsip yang esa, Laa Ilaaha Illallah.