Senin, 21 Februari 2011

Hukum Qishash

Dalam ajaran ISLAM dikenal adanya Qishash yaitu pembalasan yang setimpal atas perbuatan {penganiayaan atau pembunuhan} guna memberikan keadilan.

Qishash ini dibagi menjadi 2 macam yaitu:

1. Qishash Jiwa, yaitu hukum bunuh bagi tindak pidana pembunuhan.

2. Qishash Anggota Tubuh, yakni hukum Qishash melukai, merusakkan anggota badan, menghilangkan manfaat anggota badan pada kasus penganiayaan, sesuai dengan apa yang telah dialami korban akibat perbuatan pelaku.
Sebagaimana firman ALLAH SWT:
"Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu (bila kamu mau) qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh, orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita."
(Q.S Al-Baqarah 2:178)





Syarat-syarat Qishash :

1. Pembunuh sudah baligh (lepas masa kanak-kanak) dan mukallaf (berakal), tidak wajib Qishash bagi anak kecil atau orang gila yang melakukan pembunuhan, sebab mereka belum dan tidak berdosa.

2. Pembunuh bukan bapak dari yang terbunuh. Tidak wajib Qishash bila bapak yang membunuh anaknya. Tetapi wajib Qishash bila anak membunuh bapaknya.

3. Orang yang dibunuh sama derajatnya. ISLAM sama ISLAM, merdeka dengan merdeka, perempuan dengan perempuan, dan budak dengan budak.- Qishash dilakukan hal yang sama, jiwa dengan jiwa, anggota dengan anggota seperti mata dengan mata, telinga dengan telinga.

4. Qishash itu dilakukan dengan jenis barang yang telah digunakan oleh yang membunuh atau melukai itu.

5. Orang yang terbunuh itu berhak dilindungi jiwanya, kecuali jiwa orang kafir, pezina mukhshan, dan pembunuh tanpa hak. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
"Tidaklah boleh membunuh seseorang kecuali karena salah satu dari 3 sebab; kafir setelah beriman, berzina dan membunuh tidak dijalan yang benar/aniaya."
(HR.Turmudzi dan Nasaa')





* Syarat penyempurnaan pelaksanaan qishash.

Agar pelaksanaan qishash menjadi sempurna, ada 3 syarat yg harus di penuhi yaitu:

1. Ahli waris korban harus mukallaf, jika ahli warisnya belum dewasa atau gila, maka si pembunuh harus di penjara hingga ahli waris korban menjadi mukallaf.

2. Pihak keluarga korban sepakat menuntut hukum qishash, karena itu manakala ada sebagian diantara mereka (keluarga korban) yang memaafkan, maka gugurlah hukum qishash dari si pembunuh.

3. Pelaksanaan hukuman tidak boleh merembet kepada pihak yang tidak bersalah, misalnya hukum qishash yang wajib dilaksanakan kepada pelaku yang sedang mengandung (wanita yang sedang hamil), maka ia tidak boleh diqishash sebelum melahirkan kandungannya dan sebelum menyusui pada awal penyusuannya yaitu pemberian ASI pertama kali, sebab penyusuan ini sangat penting bagi kesehatan sang bayi, kemudian apabila setelah penyusuan pertama itu ada orang yang bersedia menggantikan pelaku untuk menyusuinya, maka sang pelaku harus di qishash, namun bila belum didapati pengganti ibu susu dari bayi si pelaku, maka pelaku itu dibiarkan menyusui anaknya hingga berusia 2 tahun baru hukuman qishash dapat dilaksanakan.

                           



* Pelaksanaan hukum Qishash merupakan wewenang Hakim.

Mufassir terkenal, al-Qurthubi mengatakan ; "Tiada khilaf di kalangan ulama' bahwa yang berwenang melaksanakan hukum Qishash, khususnya balas bunuh, adalah pihak penguasa. Mereka inilah yang berwenang melaksanakan hukum Qishash dan hukum had dan yang semisalnya, karena ALLAH SWT menuntut segenap kaum mukminin untuk melaksanakan Qishash, kemudian ternyata mereka semua tidak sanggup untuk berkumpul melaksanakan hukum Qishash maka mereka mengangkat penguasa (hakim) sebagai wali dari mereka dalam melaksanakan hukum Qishas dan lain-lainya termasuk hukum had."
(Al-Jami' Li-ahkamil Qur'an II:245-246)

Sebab yang demikian itu disebutkan oleh ash-Shawi dalam Hasyiyahnya atas tafsir al-Jalalain. Dia menulis sebagai berikut, "Manakala telah tetap bahwasanya pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja sebagai sebuah permusuhan, maka wajib atas hakim syar'i untuk memberi wewenang untuk wali si terbunuh terhadap si pembunuh. Lalu pihak hakim melaksanakan kebijakan yang dituntut oleh wali (keluarga) si terbunuh terhadap si pembunuh, yaitu balas bunuh, atau memaafkan, atau menuntut diat. Dan wali (keluarga) si terbunuh tidak boleh bertindak terhadap si pembunuh sebelum mendapat izin resmi dari hakim. Karena dalam hal ini terdapat kerusakan dan pengrusakan terhadap wewenang hakim. Oleh sebab itu, manakala pihak wali (keluarga) si terbunuh membunuh si pembunuh sebelum mendapat izin dari penguasa, maka pelakunya harus dijatuhi hukuman ta'zir (hukuman yang berdasar kebijakan hakim)."
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                               Sebagaimana telah berlaku secara sah hukum Qishash berupa balas membunuh, maka berlaku pula secara sah hukum Qishash tentang penganiayaan yang tidak sampai pada pembunuhan.

Dari Anas bin Malik ra , bahwa Rubayyi binti an-Nadhr bin Anas ra telah memecahkan gigi seri seorang budak perempuan, kemudian mereka (keluarga Rubayyi) bersikeras untuk membayar diat kepada mereka (keluarga si budak), lalu mereka (keluarga si budak), tidak mau menerima melainkan Qishash. Maka datanglah saudara Rubayyi, Anas bin Nadhr, lalu berkata,"Y a Rasulullah, engkau akan memecahkan gigi seri Rubayyi ! Demi Dzat yang telah mengutusmu dengan membawa yang haq, janganlah engkau memecahkannya". Kemudian beliau bersabda,"Wahai Anas, menurut ketetapan ALLAH SWT (harus) Qishash." Kemudian mereka pada ridha dan memaafkan (Rubayyi) . Kemudian Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya diantara hamba-hamba ALLAH SWT ada yang kalau bersumpah atas nama ALLAH SWT pasti melaksanakannya."
(Shahih: Shahihul Jami'us Shaghir no: 2228, Fathul Bari V:306 no: 2703, 'Aunul Ma'bud XII:333 no: 4566, Nasa'i VII no: 27 dan Ibnu Majah II:884 no: 2649)





*Syarat-Syarat Hukum Qishash selain balas bunuh.

Ditetapkan syarat-syarat untuk Hukum Qishash selain balas bunuh, yaitu:

1. Yang melaksanakan penganiayaan harus sudah mukallaf.

2. Sengaja melakukan jinayat, tindak penganiayaan karena pembunuhan yang bersifat keliru, tidak disengaja, pada asalnya tidak memastikan si pembunuh di tuntut balas bunuh. Demikian pula halnya tindak pidana yang lebih ringan daripadanya.

3. Hendaknya status si penganiaya dengan yang teraniaya sama. Oleh karena itu, seorang Muslim yang melukai kafir dzimmi tidak boleh diQishash, demikian pula dengan orang merdeka yang melukai hamba sahaya, dan seorang Ayah yang melukai anaknya.





* Larangan pelaksanaan Qishash di dalam Masjid.

Rasulullah SAW melarang umat muslim untuk melaksanakan Qishash di dalam Masjid sebagaimana yang ditegaskan dalam hadits Beliau yaitu:

diriwayatkan Hakim bin Hizam r.a, ia berkata:
"Rasulullah SAW. melarang melaksanakan qishash di dalam masjid, melantunkan sya'ir dan melaksanakan hukum hudud di dalamnya."

diriwayatkan pula dari Abdullah bin Abbas r.a, ia berkata "Rasulullah SAW bersabda: "Seorang anak tidak boleh menuntut qishash terhadap ayahnya dan dilarang melaksanakan hukum hudud di dalam masjid."
(HR. At Tirmidzi dan Ibnu Majah).
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                  DIYAT
1. Pengertian Diat
Diyat ialah denda pengganti jiwa yang tidak berlaku atau tidak dilakukan padanya hukuman bunuh.
a. Bila wali atau ahli waris terbunuh memaafkan yang membunuh dari pembalasan jiwa.
b. Pembunuh yang tidak sengaja
c. Pembunuh yang tidak ada unsur membunuh.
2. Macam-macam diyat
Diyat ada dua macam :
a. Diyat Mughalazhah, yakni denda berat
Diyat Mughalazhah ialah denda yang diwajibkan atas pembunuhan sengaja jika ahli waris memaafkan dari pembalasan jiwa serta denda aas pembunuhan tidak sengaja dan denda atas pembunuhan yang tidak ada unsur-unsur membunuh yang dilakukan dibulan haram, ditempat haram serta pembunuhan atas diri seseorang yang masih ada hubungan kekeluargaan. Ada pun jumlah diat mughallazhah ialah : 100 ekor unta terdiri 30 ekor unta berumur 3 tahun, 30 ekor unta berumur 4 tahun serta 40 ekor unta berumur 5 tahun (yang sedang hamil).
Diat Mughallazah ialah :
· Pembunuhan sengaja yaitu ahli waris memaafkan dari pembalasan jiwa.
· Pembunuhan tidak sengaja / serupa
· Pembunuhan di bulan haram yaitu bulan Zulqaidah, Zulhijjah, Muharram dan Rajab.
· Pembunuhan di kota haram atau Mekkah.
· Pembunuhan orang yang masih mempunyai hubungan kekeluargaanseperti Muhrim, Radhâ’ah atau Mushaharah.
· Pembunuhan tersalahdengan tongkat, cambuk dsb.
· Pemotongan atau membuat cacat angota badan tertentu.
b. Diyat Mukhaffafah, yakni denda ringan.
Diyat Mukhoffafah diwajibkan atas pembunuhan tersalah. Jumlah dendanya 100 ekor unta terdiri dari 20 ekor unta beurumur 3 tahun, 20 ekor unta berumur 4 tahun, 20 ekor unta betina berumur 2 tahun, 20 ekor unta jantan berumur 2 tahun dan 20 ekor unta betina umur 1 tahun.
Diyat Mukhoffafah dapat pula diganti uang atau lainya seharga unta tersebut. Diat Mukhoffafah adalah sebagai berikut :
· Pembunuhan yang tersalah.
· Pembunuhan karena kesalahan obat bagi dokter.
· Pemotongan atau membuat cacat serta melukai anggota badan.
3. Ketentuan-ketentuan lain mengenai diat :
a. Masa pembayaran diyat, bagi pembunuhan sengaja dibayar tunai waktu itu juga. Sedangkan pembunuhan tidak sengaja atau karena tersalah dibayar selama 3 tahun dan tiap tahun sepertiga.
b. Diyat wanita separo laki-laki.
c. Diyat kafir dhimmi dan muâ’hid separo diat muslimin.
d. Diyat Yahudi dan Nasrani sepertiga diat oran g Islam.
e. Diyat hamba separo diat oran g merdeka.
f. Diyat janin, sepersepuluh diat ibunya, 5 ekor unta.
4. Diyat anggota badan :
Pemotongan, menghilangkan fungsi, membuat cacad atau melukai anggota badan dikenakan diyat berikut :
Pertama : Diyat 100 (seratus) ekor unta. Diat ini untuk anggota badan berikut :
a. Bagi anggota badan yang berpasangan (kiri dan kanan) jika keduan-duanya potong atau rusak, yaitu kedua mata, kedua telinga, kedua tangan, kedua kaki, kedua bibir (atas bawah) dan kedua belah buah zakar.
b. Bagi anggota badan yang tunggal, seperti : hidung, lidah, dll..
c. Bagi tulang sulbi ( tulang tempat keluar air mani laki-laki)
Kedua : Diyat 50 ekor unta. Diyat ini untuk anggota badan yang berpasangan, jika salah satu dari keduanya ( kanan dan kiri) terpotong.
Ketiga : Diat 33 ekor unta ( sepertiga dari diatyang sempurna). Diyat ini terhadap :
a. Luka kepala sampai otak
b. Luka badan sampai perut
c. Sebelah tangan yang sakit kusta
d. Gigi-gigi yang hitam
Gigi satu bernilai 5 ekor unta. Kalau seseorang meruntuhkan satu gigi orang lain harus membayar dengan 5 ekor unta. Kalau meruntuhkan 2, harus membayar 10 ekor. Bagaimana kalau seseorang meruntuhkan semua gigiorang lain, apakah harus membayar 5 ekor unta kali jumlah gigi tersebut ? Ulama berbeda pendapat. Sebagian berpendapat : cukup membayar diyat 60 ekor unta (dewasa). Ulama lain berpendapat harus membayar 5 ekor unta kali jumlah gigi.
Hal Sumpah
Orang yang menuduh membunuh harus mengemukakan bukti dan oran g yang menolak tuduhan harus bersumpah. Apabila ada pembunuhan yang tidak diketahui pembunuhnya, wali dari yang terbunuh bisa menuduh kepada sesorang atatu suatu kelompok yang mempunyai kaitan dengan pembunuhan, yaitu menyebutkan data-data.
Data-data yang dikemukakan seperti :
ü Orang yang dituduh pernah bertengkar pada hari-hari sebelumnya
ü Orang yang dituduh pernah disakitkan hatinya.
ü Adanya alat yang hanya dimiliki oleh tertuduh
ü Adanya berita dari seseorang tertuduh kalau tidak menerima tuduhan bisa membela diri dengan bersumpah, bahwa ia betul-betul tidak membunuh.




* Kesimpulan mengenai Hukum Qishash.

- Dalam hukum pidana Islam, Qishash merupakan pilihan hukum pertama bagi orang yang melakukan kejahatan terhadap tubuh dan nyawa manusia. Kemudian diyat (damai dengan denda) atau dengan cara memaafkan, hal ini dilakukan oleh keluarga atau ahli waris dari sang korban.

- Maqashid al-Syari'ah menjelaskan bahwa Qishash di dalam Al-Qur'an merupakan akibat hukum dari kejahatan terhadap manusia dan illah-nya adalah untuk menjamin kelangsungan hidup manusia. Dengan demikian, jika Qishash itu dilaksanakan maka kelangsungan hidup manusia, keamanan, keadilan dan ketentraman dalam masyarakat di dunia akan terjamin.